Selasa, 08 Juli 2014

Contoh makalah landasan pendidikan



Contoh makalah landasan pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Secara faktual, kegiatan pendidikan merupakan kegiatan antar manusia, oleh manusia dan untuk manusia. Oleh karena itu pembicaraan tentang pendidikan tidak pernah lepas dari unsure manusia. Dari beberapa pendapat tentang pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan itu diberikan atau diselenggarakan dalam rangka mengembangkan seluruh potensi manusia ke arah yang positif.
Pendidikan, pada dasarnya adalah proses kumunikasi yang didalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung sepanjang hayat (life long process), dan generasi ke generasi.
Pendidikan sebagai gejala manusiawi dan sekaligus usaha sadar, didalamnya tidak lepas dari keterbatsan-keterbatasan yang dapat melekat pada peserta didik, pendidik, interaksi pendidik, serta pada lingkungan dan sarana pendidikan.
Berdasarkan uraian diatas, penyusun membatasi ruang lingkup pembahasan pada pendidik/guru. Guru merupakan pelaku utama dalam pendidikan, selain peserta didik. Pendidik (Guru) yang baik adalah yang memiliki kemampuan atau kompotensi yang bisa diberikan kepada anak didik. Pendidik merupakan sosok yang memiliki kedudukan yang sangat penting bagi pengembangan segenap potensi peserta didik. Ia menjadi orang yang paling menentukan dalam perancangan dan penyiapan proses pendidikan dan pembelajarana di kelas, paling menentukan dalam pengaturan kelas dan pengendalian siswa, pun pula dalam penilaian hasil pendidikan dan pembelajaran yang dicapai siswa.
Seseorang yang menginginkan menjadi pendidik maka ia dipersyaratkan mempunyai kriteria yang diinginkan oleh dunia pendidikan. Tidak semua orang bisa menjadi pendidik kalau yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan bukti dengan criteria yang ditetapkan. Dalam hal ini oleh Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo (1995) syarat seorang pendidik adalah :
(1) mempunya perasaan terpanggil sebagai tugas suci,
(2) mencintai dan mengasih-sayangi peserta didik,
(3) mempunyai rasa tanggung jawab yang didasari penuh akan tugasnya. Ketiga persyaratan tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Orang terasa terpanggil untuk mendidik maka ia mencintai peserta didiknya dan memiliki perasaan wajib dalam melaksanakan tugasnya disertai dengan dedikasi yang tinggi atau bertanggungjawab. Menurut mereka juga bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah :
a Kompetensi profesional
b Kompetensi personal
c Kompetensi sosial
Namun untuk konteks Indonesia, dewasa ini telah dirumuskan syarat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru menurut UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Pada pasal 10 undang-undang tersebut disebutkan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Guru yang baik adalah guru yang bisa menguasai ke empat kompetensi diatas. Dewasa ini banyak kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam upaya mencari sosok guru yang baik dan memiliki kemampuan yang berkompoten. Akan tetapi, pembahasan kali ini hanya membahas tentang “ usaha memperbaiki kualitas guru dengan mengoptimalkan kompotensi pedagogic dan kompetensi kepribadian “.
                        Saat ini manusia Indonesia mengalami pergeseran dalam aspek moralitas.  Di era globalisasi dan reformasi seperti sekarang ini kita semua dapat merasakan bersama, bahwa kebebasan berpendapat dan berperilaku sudah sedemikan maraknya, karena terlalu bebas serta fulgarnya dalam tampilan dan pemberitaan itu, sampai-sampai banyak kalangan pemuda yang tidak memperhatikan lagi moralitas, sopan santun, etika dan budi pekerti sebagaimana adat ketimuran yang kita agungkan itu. Media elektronik berupa televisi, maupun media cetak yang kita saksikan dan kita baca tiap hari, baik yang menampilkan kritikan kontruktif maupun pertunjukan hiburan yang mengumbar kemaksiatan sudah sedemikian marak dan bebasnya di masyarakat. Hal ini secara langsung akan dapat mempengaruhi moral dan tingkah laku para pemirsa atau pembaca, lebih-lebih para remaja yang belum memiliki bekal pengetahuan agama yang kuat.
Dalam hal ini, pendidikan memegang peranan penting dalam mengatasi persoalan moralitas yang dihadapi oleh masyarakat. Oleh karena itu, melalui makalah ini penulis berusaha untuk mengungkap bagaimana peran pendidikan dalam persoalan moralitas.


B.     RUMUSAN MASALAH
1)      Mengemukakan tentang arti pendidikan dan mendidik menurut para ahli
2)      Memaparkan landasan pendidikan      .
3)      Memaparkan tujuan pendidikan.
4)      Menjelaskan apa itu kompetensi dan kompetensi apa yang dimiliki guru.
5)      Bagaimana upaya memgoptimalkan kualitas guru dengan mengoptimalkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional.
6)      Bagaimana pendidikan mengatasi persoalan moralitas















BAB II
PEMBAHASAN
A.      Landasan Pendidikan
1.      Landasan Filosofis

Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, misalnya apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, dan apa tujuan pendidikan itu. Pembahasan mengenai semua ini berkaitan dengan pandangan filosofis tertentu. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal sampai seakar-akarnya, menyeluruh dan konseptual, yang menghasilkan konsep-konsep mengenai kehidupan dan dunia. Landasan filosofis terhadap pendidikan dikaji terutama melalui filsafat pendidikan, yang mengkaji pendidikan dari sudut filsafat. Misalnya mungkinkah pendidikan diberikan kepada manusia, apakah pendidikan bukan merupakan keharusan, mengapa? Kemungkinan pendidikan diberikan kepada manusia bahkan harus diberikan, berkaitan dengan pandangan mengenai hakikat manusia. Bahasan mengenai hakikat manusia itu, dapat dijawab melalui kajian filosofis. Pendidikan itu mungkin diberikan dan bahkan harus, karena manusia adalah makhluk individualitas, makhluk sosialitas, makhluk moralitas, makhluk personalitas, makhluk budaya, dan makhluk yang belum jadi. Essensialisme, perenialisme, pragmatisme, progresivisme, rekonstruksionalisme, dan pancasila adalah merupakan aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi pandangan, konsep dan praktik pendidikan yaitu :
a.       Essensialisme
Essensialisme merupakan aliran atau mazab pendidikan yang menerapkan filsafat idealisme dan realisme secara eklektis. Mazab ini mengutamakan gagasan-gagasan yang terpilih, yang pokok-pokok, yang hakiki ( essensial ), yaitu liberal arts. Yang termasuk the liberal arts adalah bahasa, gramatika, kesusasteraan, filsafat, ilmu kealaman, meatematika, sejarah dan seni.
b.      Perenialisme
Perenialisme hampir sama dengan essensialisme, tetapi lebih menekankan pada keabadian atau ketetapan atau kehikmatan ( perennial = konstan ). Yang abadi adalah
(1) pengetahuan yang benar,
(2) keindahan, dan
(3) kecintaan kepada kebaikan. Prinsip-prinsip pendidikannya:
     a.   pendidikan yang abadi,
     b. inti pendidikan mengembangkan keunikan manusiayaitu   
         kemampuan berfikir,
                            c. tujuan belajar mengenalkan kebenaran abadi dan universal,
           d. pendidikan merupakan persiapan bagi hidup yang sebenarnya,
kebenaran abadi diajarkan melalui pelajaran dasar, yang mencakup bahasa, matematika, logika, IPA dan sejarah.
c.       Pragmatisme dan Progresivisme
Pragmatisme mazab filsafat yang menekankan pada manfaat atau kegunaan praktis. Progredivisme mazab filsafat yang menginginkan kemajuan, mengkritik, essensialisme dan perenialisme karena mengutamakan pewarisan budaya masa lalu, menggunakan prinsip pendidikan antara lain
(1) anak hendaknya diberi kebebasan,
(2) gunakan pengalaman langsung,
(3) guru bukan satu-satunya,
(4) sekolah hendaknya progresif menjadi laboratorium untuk
      melakukan berbagai pembaharuan pendidikan dan  eksperimentasi.
5) Rekonstruksionisme Mazab rekonstruksionisame merupakan
    kelanjutan dari progresivisme.
Mazab ini berpandangan bahwa pendidikan/ sekolah hendaknya memelopori melakukan pembaharuan kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih baik. Karena itu pendidikan/sekolah harus mengembangkan ideologi kemasyarakatan yang demokratis. 5) Pancasila Bahwa pancasila merupakan mazab filsafat tersendiri yang dijadikan landasan pendidikan, bagi bangsa Indonesia dituangkan dalam Undang-undang pendidikan yang berlaku. UU No. 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas (akan segera diubah ) mengaturnya dalam pasal 2, pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Demikian pula dalam GBHN-GBHN yang pernah dan sedang berlaku, biasa ditetapkan dasar pendidikan pancasila ini.

2.      Landasan Sosiologis
Pada bagian depan telah dikemukakan bahwa manusia selalu hidup bersama dengan mwnusia lain. Kajian-kajian sosiologis telah dikemukakan pada waktu membahas hakikat masyarakat. Masyarakat dengan berbagai karakteristik sosiokultural inilah yang juga dijadikan landasan bagi kegiatan pendidikan pada suatu masyarakat tertentu. Bagi bangsa Indonesia, kondisi sosiokultural bercirikan dua, yaitu secara horisontal ditandai oleh kesatuan-kesatuan sosial sesuai dengan suku, agama adat istiadat dan kedaerahan. Secara vertikal ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas, menengah dan bawah. Fenomina-fenomina sosial dan struktur sosial yang ada pada masyarakat Indonesia sangat berkaitan dengan pendidikan sebagaimana telah diuraikan di muka.

3.      Landasan Kultural
Saling pengaruh antara pendidikan dengan kebudayaan juga telah dikemukakan ketika membahas kaitan kebudayaan dengan pendidikan. Kebudayaan tertentu diciptakan oleh orang di masyarakat tertentu tersebut atau dihadirkan dan diambil oper oleh masyarakat tersebut dan diwariskan melalui belajar/pengalaman terhadap generasi berikutnya. Kebudayaan seperti halnya sistem sosial di masyarakat meruoakan kondisi esensial bagi perkembangan dan kehidupan orang.
Proses dan isi pendidikan akan memberi bentuk kepribadian yang tumbuh dan pribadi-pribadi inilah yang akan menjadi pendukung, pewaris, dan penerus kebudayaan, secara ringkas adalah
(1) kebudayaan menjadi kondisi belajar,
(2) kebudayaan memiliki daya dorong, daya rangsang adanya respon-                          respon tertentu,
(3) kebudayaan memiliki sistem ganjaran dan hukuman terhadap perilaku      
     tertentu sejalan dengan sistem nilai yang berlaku, dan
(4) adanya pengulangan pola perilaku tertentu dalam kebudayaan. Tanpa
      pendidikan budaya dan manakala pendidikan budaya tersebut terjadi
      tetapi gagal, yang kita saksikan adalah kematian atau berakhirnya suatu
      kebudayaan.

4.      Landasan Psikologis
Pendidikan selalu terkait dengan aspek kejiwaan manusia, sehingga pendidikan juga menggunakan landasan psikologis, bahkan menjadi landasan yang sangat penting, karena yang digarap oleh pendidikan hampir selalu berkaitan dengan aspek kejiwaan manusia. Ketika membahas hakikat manusiapun ada pandangan-pandangan psikologik, seperti behaviorisme, humanisme dan psikologi terdapat cukup banyak. Contoh, tipe-tipe manusia yang dikemukakan oleh Eduard Spranger, ia menyebut ada enam tipe manusia, yaitu manusia tipe teori, tipe ekonomi, tipe keindahan ( seni ), tipe sosial, tipe politik dan tipe religius. Model-model belajar juga dikemukakan oleh para psikolog seperti Skinner, Watson, dan Thorndike. Bahwa manusia mempunyai macam-macam kebutuhan dikemukakan misalnya oleh Maslow. Perkembangan peserta didik dengan tugas-tugas perkembangan terkait dengan pola pendidikan. Sifat-sifat kepribadian dengan tipe-tipenya masing-masing, juga terkait dengan pendidikan. Karakteristik jiwa manusia Indonesia bisa jadi berbeda dengan bangsa Amerika ( Barat ), maka pendidikan menggunakan landasan psikologis.

5.      Landasan Ilmiah dan Teknologi serta Seni
Pendidikan dan IPTEKS mempunyai kaitan yang sangat erat, karena IPTEKS merupakan salah satu bagian dari sisi pengajaran, jadi pendidikan sangat penting dalam rangka pewarisan atau tranmisi IPTEKS, sementara pendidikan itu sendiri juga menggunakan IPTEKS sebagai media pendidikan. IPTEKS yang selalu berkembang dengan pesat harus diikuti terus oleh pendidikan, sebab kalau tidak maka pendidikan menjadi sangat ketinggalan dengan IPTEKS yang sudah berkembang di masyarakat. Cara-cara memperoleh dan mengembangkan ilmu (epistemologi ) dibahas dalam pendidikan, hingga pemanfaatan ilmu bagi umat manusia, kaitan ilmu dengan moral, politik, dan sosial menjadi tugas pendidikan.

Pendidikan diselenggarakan berdasarkan filsafat hidup serta berlandaskan sosiokultural setiap masyarakat, termasuk di Indonesia. Kajian ketiga landasan itu (filsafat, sosiologis dan kultural) akan membekali setiap tenaga kependidikan dengan wawasan dan pengetahuan yang tepat tentang bidang tugasnya.
Selanjutnya, ada dua landasan lain yang selalu erat kaitannya dalam setiap upaya pendidikan, utamanya pengajaran, yakni landasan psikologis yang akan membekali tenaga kependidikan dengan pemahaman perkembangan peserta didik dan cara-cara belajarnya, dan landasan IPTEK yang akan membekali tenaga kependidikan tentang sumber bahan ajaran.

Landasan Filosofis
Merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti; Apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, apa yang seharusnya menjadi tujuannya, dsb. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafat, falsafah). Ada 4 mahzab filsafat pendidikan yang besar pengaruhnya dalam pemikiran dan penyelenggaraan pendidikan. Keempat mahzab filsafat pendidikan (Redja Mudyahardjo, et.al., 1992 : 144 – 150; Wayan Ardhana, 1986 : 14-18) adalah:

a.       Esensialisme
Merupakan mahzab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip idealisme dan realisme secara eklektis. Mahzab esensialisme mulai lebih dominan di Eropa sejak adanya semacam pertentangan diantara para pendidik sehingga mulai timbul pemisahan antara pelajaran–pelajaran teoritik (Liberal Arts) yang memerdekakan akal dengan pelajaran-pelajaran praktek (Practical Arts). Menurut mahzab ini, yang termasuk “The Liberal Arts”, yaitu:
1)      Penguasaan bahasa termasuk retorika.
2)      Gramatika.
3)      Kesusasteraan.
4)      Filsafat.
5)      Ilmu Kealaman.
6)      Matematika.
7)      Sejarah.
8)      Seni Keindahan (Fine Arts).
Aliran atau mahzab tersebut dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah formal adalah adanya penetapan berbagai mata pelajaran yang disajikan atau dituangkan dalam kurikulum sekolah. Namaun demikian hal tersebut tidak berarti memisahkan antar mata pelajaran tetapi semuanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Pembagian dalam berbagai mata pelajaran tersebut dapat memudahkan dan membantu siswa untuk mempelajari dan memahami tahap demi tahap, yang pada akhirnya menyeluruh (holistik). Karena semua mata pelajaran tersebut diperlukan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya sebagai makhluk sosial.

  1. Perenialisme
Ada persamaan antara perenialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang pokok-pokok (subject centered). Perbedaannya ialah pernialisme menekankan keabadian teori kehikmatan, yaitu:
1)      Pengetahuan yang benar (truth).
2)      Keindahan (beauty).
3)      Kecintaan kepada kebaikan (goodness).
Juga sebaliknya kurikulum bersifat wajib dan berlaku umum, yang harus mencakup:
1)      Bahasa.
2)      Matematika.
3)      Logika.
4)      Ilmu Pengetahuan Alam.
5)      Sejarah.

Dalam mahzab atau aliran ini menggambarkan pendidikan menekankan pentingnya penanaman nilai kebenaran, keindahan, kebaikan. Hal ini juga sesuai dengan relaitas kehidupan manusia yang di dalam dirinya selalu condong kepada kebaikan dan kebenaran yang bisa diterima oleh masyarakat umum. Jika hal tersebut tidak tampak dalam penyelenggaraan pendidikan maka akan tidak bisa diterima dan menimbulkan pro dan kontra.

  1. Pragmatisme dan Progresivisme
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi nilai kegunaan praktis.
Penerapan konsep pragmatisme secara eksperimental melalui 5 tahap, yaitu:
1)      Situasi tak tentu.
2)      Diagnosis.
3)      Hipotesis.
4)      Pengujian Hipotesis.
5)      Evaluasi.
Progresivisme (gerakan pendidikan progresif) mengembangkan teori pendidikan yang mendasarkan diri pada beberapa prinsip, antara lain :
Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar.
Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar.
Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
Sekolah progresif harus merupakan suatu laboratorium untuk melakukan reformasi pedagosis dan eksperimentasi.
Aliran ini pada hakekatnya mengajarkan kepada pendidik dan penyelenggara pendidikan untuk mendidik bagaimana berpikir kritis, sistematis, ilmiah dan mampu menguji kebenaran dalam ilmu pengetahuan dengan metode ilmiah. Karena kebenaran yang ada itu bisa bersifat relatif bahkan bisa menjadi salah jika ditemukan teori yang baru.
Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Pasal 2 UU-RI No. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa Pendidikan Nasional bedasarkan Pancasila dan UUD 45. Sedangkan Ketetapan MPR RI No. 11/MPR/1987 tetang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) menegaskan bahwa Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negar Republik Indonesia.
P4 atau Ekaprasetya Pancakarsa sebagai petunjuk operasional pengamalan Pancasiladalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bidang pendidikan . Perlu ditegaskan bahw Pengamalan Pancasila itu haruslah dalam arti keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam Pancasila itu, sebagai yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 , yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam Buku I Bahan Penataran P4 dikemukakan bahwa Ketetapan MPR RI No. 11/MPR/1989 tersebut diatas memberi petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan kelima sila dari Pancasila.

Landasan Sosioligis
a. Pengertian tentan Landasan Sosiologis
Sosiologi pendidian merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi 4 bidang, yaitu:
1)Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain.
2)Hubungan kemanusiaan di sekolah.
3)Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya.
4)Sekolah dalam komunitas.
Kajian sosiologi tentang pendidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan diluar sekolah. Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman pemerintahan Orde Baru, telah mengalami banyak perubahan. Sebagai masyarakat majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri unik baik secara horizontal maupun vertikal masih dapat ditemukan, demikian pula halnya dengan sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya.
Namun dengan niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat Indonesia serta dengan kemajuan dalam berbagai bidang pembagunan, utamanya dalam bidang pendidikan politik, maka sisi ketunggalan dari “Bhineka Tunggal Ika” makin mencuat. Berbagai upaya yang dilakukan, baik melalui kegiatan jalur sekolah (misalnya dengan mata pelajaran pendidikan moral Pancasila, pendidikan sejarah perjuangan bangsa, dll) maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 non penataran, dll) telah mulai menumbuhkan benih-benih persatuan dan kesatuan yang semakin kokoh. Berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kenyataan tentang kemajemukan masyrakat Indonesia.

Landasan Kultural
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan / dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun secara formal. Sebaliknya bentuk ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat dimana proses pendidikan itu berlangsung.
a. Pengertian tentang Landasan Kultural
Pendidikan tidak hanya berfungsi untuk menstranmisi kebudayaan kepada generasi penerus, tetapi pendidikan juga berfungsi untuk menstranformasikan kebudayaan agar sesuai dengan perkembangan dan tujuan zaman. Dengan kata lain, sekolah secara seimbang melaksanakan fungsi ganda pendidikan , yakni sebagai proses sosialisasi dan sebagai agen pembaruan. Dalam bidang pendidikan, kedua fungsi tersebut kadang-kadang dipertentangkan, antara penganut pendidikan sebagai pelestarian (teashing a conserving activity).

b. Kebudayaan Nasional sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Sistem pendidikan nasional adalah pendidkan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia (UU RI No. 2/1978) pasal 1 ayat 2. Karena masyarakat Indonesia sebagai pendukung kebudayaan itu adalah masyarakat yang majemuk, maka kebudayaan bangsa Indonesia tersebut lebih tepat disebut sebagai Kebudayaan Nusantara yang beragam. Puncak-puncak kebudayaan Nusantara itu dan yang diterima sacara nasional disebut kebudayaan nasional. Oleh karena itu, kebudayaan nasional haruslah dipandang dalam latar perkembangan yang dinamis seiring dengan semakin kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa indonesia sesuai dengan asas bhineka tunggal ika.

Landasan Psikologis
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaanmanusia, sehingga landasan psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam pendidikan. Pada umumnya landasan psikologis dri pendidikan tersebut terutama tertuju pada pemahaman manusia, khususnya tentang proses perkembangan dan proses belajar.

a. Pengertian tentang Landasan Psikologis
Hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan, misalnya pengetahuan tentang setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara paling cepat untuk mengembangkannya. Untuk maksud itu psikologi menyediakan sejumlah informasi tenang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi.

b. Perkembangan Peserta Didik sebagai Landasan Psikologis
Peserta didik selalu berada dalam proses perubahan, baik karena pertumbuhan maupunkarena perkembangan. Pertumbuhan terutama karena pngaruh faktor internal sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan, sedangkan perkembangan terutama karena pengaruh lingkungan.

Landasan Ilmiah dan Teknologis
Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) mempunyai kaitan yang sangat erat. Pendidikan berperan sangat pentingdalam pewarisan dan pengembangan iptek. Setiap perkembangan iptek harus segera diakomodasi oleh pendidikan yakni dengan segera memasukkan hasil pengembangan iptek itu ke dalam isi bahan ajaran. Sebaliknya, pendidikan sangat dipengaruhi oleh sejumlah cabang-cabang iptek, utamanya ilmu-ilmu perilaku (psikologi, sosiologi, antropologi).

a. Pengertian tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Pengetahuan (Knowledge) adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara penginderaan terhadap fakta, penalaran (rasio), intuisi dan wahyu. Pengetahuan yang memenuhi kriteria dari segi ontologis, epistomologis dan aksiologis secara konsekuen dan penuh disiplin biasa disebut ilmu atau ilmu pengetahuan (science); kata sifatnya ilmiah atau keilmuan, sedangkan ahlinya disebut ilmuwan. Dengan demikian, pengetahuan meliputi berbagai cabang ilmu (ilmu sosial/social sciences dan ilmu-ilmu alam/natural sciences), humaniora (seni, fisafat , bahasa, dsb). Oleh karena itu, istilah ilmu atau ilmu pengetahuan itu dapat bermakna kumpulan informasi, cara memperoleh informasi serta manfaat daari informasi itu.

b. Perkembangan Iptek sebagai landasan Ilmiah
Pengembangan dan pemanfaatan iptek pada umumnya ditempuh rangkaian kegiatan : Penelitian dasar, penelitian terapan, pengembangan teknologi dan penerapan teknologi, serta biasanya diikuti pula dengan evaluasi ethis-politis-religius.
Kemampuan maupun sikap ilmiah sedini mungkin harus dikembangkan dalam diri peserta didik. Pembentukan keterampilan dansikap ilmiah sedini mungkin tersebut secara serentak akan meletakkan dasar terbentuknya masyarakat yang sadar akan iptek dan calon-calon pakar iptek kelak kemudian hari.

B.       Landasan hukum
Tiap-tiap negara memiliki peraturan perundang-undagan sendiri. Semua tindakan yang di lakukan di negara itu di dasarkan pada perundang-undangan tersebut. Bila ada suatu tindakan yang bertendangan dengan peraturan perundang-undanga itu, maka di katakan tindakan itu melanggar hukum. Dan orang bersangkutan patut di adilih. Oleh sebab itu, tindakan di katakan benar bila sejalan atau sesuai dengan hukum yang berlaku di negara persekutuan.
Negara republik indonesia mempunyai berbagai peraturan perundang-undangan yang bertingkat, mulai dengan undang-undang dasar 1945, undang-undang, peraturan pemerintah, ketetapan, samapai dengan surat keputusan , semuanya mengandung hukum yang tertinggi. Sementara itu peraturan perundang-undang dasar 1945.
Bab ini akan membahas acara berturut-turut pengertian landasan hukum, pendidikan menurut undang-undangan dasar 1945, undang-undang RI No. 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, beberapa peraturan pemerintah tentang pendidikan dan GBHN 1993 , dan dampak konsep pendidikan. [1][1]

1.      Pengertian Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak . landasan hukum seorang guru boleh mengajar misalnya, adalah surat keputusan tentang pengangkatannya sebagai guru .
Hukum atau aturan baku di atas, tidak selalu di dalam bentuk tertulis. Dari uraian di atas di dapatkan di pahami makna kata landasan hukum yang sedang di bahas ini.
Kegiata pendidikan yang di landasi oleh hukum, antara lain adalah calon siswa SD tidak harus lulusan TK , masyarakat harus membantu pembiaya’an pendidikan, pendidikan menengah mempersiapkan para siswa untuk masuk perguruan tinggi dan menjadi anggota masyarakat dalam membina pendidikan, dan sebagainya.

2.      Pendidikan menurut undang-undang dasar 1945
Undang-undang dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di indonesia . semua peraturan undang-undangan yang lain harus tunduk atau tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dasar ini sangat sederhana .
Pasal-pasal  yang bertalian dengan pendidikan dalam undang-undang dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 ayat 1 pasal 32. Yang satu menceritakan tentang pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan.
Pasal 31 ayat 1 berbunyi: tiap-tiap warga berhak mendapatkan pengajaran . dan ayat 2 pasal ini berbunyi : pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional , yang di atur dengan undang-undang.
Pasal 32 pada undang-undang dasar itu berbunyi: pemerintah memajukan kebudaya’an nasional indonesia. Mengapa pasal ini juga berhubungan dengan pendidikan? Sebab pendidikan adalah bagian dari kebudaya’an.
Kebudaya’an dan pendidikan adalah dua ungsur yang saling mendukung satu sama lain. Sudah di katakan di atas, bila pendidikan maju maka kebudaya’an juga akan maju . karena kebudaya’an yang banyak aspeknya akan mendukung progam dan melaksana’an pendidikan. Dengan demikian upaya memajukan pendidikan.[2][2]

3.      Undang-undang RI nomor 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional
Di antara peraturan perundang-undangan RI yang paling banyak membicarakan pendidikan adalah undang-undang RI nomor 2 tahun 1989. Undang-undang ini mengatur pendidikan pada umumnya , artinya segala suauatu bertalian dengan pendidikan , mulai dari prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi di tentukan dalam undang-undang ini.
Tidak semua pasal akan di bahas dalam buku ini, yang di bahas adalah pasal-pasal penting terutama yang membutuhkan penjelasan lebih mendalam, pertama-tama adalah pasal 1 ayat 2 dan ayat 7.ayat 2 berbunyi sebagai berikut: pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudaya’an bangsa indonesia,
Selanjutnya pasal 1 ayat 7 berbunyi: tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggarakan pendidakan. Menurut ayat ini yang berhak mendapat pendidikan. Menurut ini yang berhak menjadi tenaga pendidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya yang kependidikan .
Hal lain yang perlu di beri penjelasan adalah pendidikan akademik dan pendidikan profesional, pendidikan profesional. Pasal 17 ayat 2 menyebutkan bahwa sekolah tinggi, institut, dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau politeknik dan atau profesional. Pendidikan akademik adalah pendidikan yang terutama melayani perkembangan sikap,berfikir,dan prilaku ilmiah para mahasiswa sehingga mereka dapat mengembangkan ilmu , teknologi , dan seni sesuai dengan budangnya masing-masing.[3][3]
Pendidikan profesional menekankan pada ablokasi teori-teori yang telah ada. Yang di pelajari dalam pendidikan ini adalah teori-teori dengan konsep-konsep yang ada sebagai temuan dari para akademisi dan cara-cara penerapannya di lapangan secara efektif dan efesien.
Kebebasan akademik adalah kebebasan yang demiliki oleh anggota civitas akademika, yang mencakup dosen-dosen dan para mahasiswa. Karena merekalah yang berkecimpung dalam kegiatan akademik. Dalam hal ini tugas-tugas mereka mencakup;
a.       Mempelajari secara tekun konsep-konsep dan teori-teori.
b.      Menganalisis seluk-beluknya, termasuk asal-usul konsep itu.
c.       Mempelajari cara-cara pengembangannya.
d.      Mempelajari metologi penelitian untuk pengembangan ilmu.
e.       Belajar berfikir analitik-sintetik atau induktif-induktif.
f.       Mengoreksi kebenaran konsep.
g.      Mengadakan replikasi.
h.      Menginformasikan hasil-hasil penelitian dan konsep-konsep.
i.        Berdikusi dan berdebat.
j.        Berdiskusi dan berdebat.
k.      Mempertahankan konsep secara ilmiah.
l.        Menulis laporan penelitian,artikel, dan atau baku.

untuk memperoleh kebenaran ilmiah, yang antar lain berbentuk simpulan, konsep, atau teori.
Sama hal nya dengan pendidikan akademik, kebebasan mimbar akademik pun harus di pertanggung jawabkan pula. Status mereka adalah sistem , walaupun banyak di antara mereka yang sudah mengajar di depan kelas, terutama pada perguruan-perguruan  tinggi yang yang masih kurang tenaga pengajarnya.
Kebebasan mimbar akademik ini dapat di laksanakan dalam kelas terdapat para mahasiswa, di depan para dosen, atau di depan forum ilmiah yang lebih luas. Tata cara pelaksanaan pada umumnya sebagai berikut:[4][4]

a.       Baru saja menemukan konsep baru atau hasil penelitian .
b.      Konsep atau hasil penelitian di kemas untuk di komunikasikan.
c.       Perlengkapan berkomunikasi seperti makalah, benda-benda contoh, gambar-gambar, foto, slide, proyektor, dan sebagainya di siapkan.
d.      Pertemuan dimulai pada umumnya memakai pembawa acara atau modekator, kecuali dalam kelas.
e.       Pertemuan di mulai pada umumnya mengemukakan konsep-konsep barunya atau hasil penelitian, yang sudah tentu di aitkan pula dengn konsep-konsep yang suah ada yang sejenis.
f.       Setelah selesai berbicara tentang konsep yang baru.
g.      Terjadi dialog antara penemu konsep baru dengan para partisipan.
h.      Pertemuan di tutup oleh pembawa acara.

4.      Bebarapa pp tentang pendidikan dan GBHN 1993

Ada empat PP atau peraturan pemerintah tentang pendidikan yang akan di bahas dalam buku ini. Keempat PP itu adalah;
a.       Peraturan pemerintah RI nomor 27 tahun 1990 tentang pendidikan presekolah.
b.      Peraturan pemerintah RI nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar.
c.       Peraturan pendidikan RI nomer 29 tahun 1990 tentang pendidikan menengah.
d.      Peraturan pemerintah RI nomor 30 tahun 1990 tentang pendidikan tinggi.[5][5]
Sudah tentu tidak semua pasal dan ayat-ayat yang ada dalam PP ini akan di bahas. Hal-hal yang sudah di bahas dalam undang-undang pendidikan tahun 1989 tetapi tercantum dalam PP ini tidak akan di bahas lagi.
Pertma-tama yang di bahas adalah materi yang terkandung dalam PP tentang pendidikan presekolah.  Pasal 2 pada PP itu berbunyi: pendidikan prasekolah tidak merupakan persyaratan untuk memasuki pendidikan dasar. Pasal 4 ayat 1 menunjukkan bentuk pendidikan prasekolah adalah teman kanak-kanak, kelompok bermain, penitipan anak, dan bentuk lain yang di tetap-kan oleh pemerintah.
Pada pasal 16 ayat 1 antara lain tertulis: siswa mempunyai hak memperoleh pendidikan agama sesuai agama yang di anutnya .
Pasal yang cukup penting untuk di ketahui bagi para pengembang ilmu adalah pasal 30 tentang pengembangan .
Pasal 1 pasal yang berbunyi: satuan pendidikan dasar dapat melakukan uji coba untuk mengembangkan gagasan baru yang di perlukan dalam rangkah peningkatkan pendidikan.
Sekolah tiba giliranya untuk membahas beberapa hal yang terdapat dalam PP tentang pendidikan menengah, pertama pada pasal 4 ayat 1 yang menyatakan bentuk pendidikan menengah adalah:
a.       Sekolah menengah umum.
b.      Sekolah menengah kejuruan.
c.       Sekolah menengan keagama’an.
d.      Sekolah menengah kedinasan.
e.       Sekolah menengah luar biasa.[6][6]

Pasal kedua yang akan di komentari adalah pasal 15 ayat 5 yang mengatakan: sekolah menengah dapat menjabarkan dan menambah mata pelajaran sesuai dengan mata pelajaran sesuai dengan keada’an lingkungan dan cirikhas sekolah menengah yang bersangkutan dengan tidak mengurangi keilmuan yang berlaku secara nasional.
Pasal 25 ayat 1 berbunyi: gelar doktor kehormatan dapat di berikan kepada seorang yang telah berjasa luar biasa bagi ilmu pengetahuan, teknologi, kebudaya’an.
C.       Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, bab II pasal 3 bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan. Adalah suatu yang logis bahwa pendidikan itu harus dimulai dengan tujuan, yang diasumsikan sebagai nilai. Tanpa dasar tujuan, maka dalam praktek pendidikan tidak ada artinya (Moore, T.W, 1974:86).
Ada bermacam-macam tujuan pendidikan menurut para ahli. MJ. Langeveld mengemukakan ada enam macam tujuan pendidikan, yaitu
(1) tujuan umum, total atau akhir,
(2) tujuan khusus,
(3) tujuan tak lengkap,
(4) tujuan sementara,
(5) tujuan intermedier dan
(6) tujuan insindental.
Tujuan pendidikan di Indonesia bisa dibaca pada GBHN, pelbagai peraturan pemerintah dan undang-undang pendidikan. Pertama-tama mari kita lihat GBHN tahun 1993. Dalam GBHN itu dijelaskan bahwa kebijaksanaan pembangunan sector pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, keratif, terampil, beridsiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, dan sehat jasmani-rohani. Indicator-indikator tujuan pendidikan di atas dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu :
1.      Hubungan dengan Tuhan, ialah beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Pembentukkan pribadi, mencakup berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, dan kreatif.
3.      Bidang usaha, mencakup terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif.
4.      Kesehatan, yang mencakup kesehatan jasmani dan rohani.
Kini mari kita kaitkan pandangan para ahli di atas dengan tujuan pendidikan kita. Tujuan pendidikan di Indonesia seperti telah dibahas sebelunya, ialah untuk membentuk manusia seutuhnya, dalam arti berkembangnya potensi-potensi individu secara harmonis, berimbang dan terintegrasi. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan baik, sudah tentu harapan-harapan para ahli yang dilukiskan di atas bisa tercapai. Sebab tujuan pendidikan ini pun mengembangkan potensi-potensi individu seperti apa adanya.kalaupun ada kebijakan tertentu yang agak berbeda arah dengan tujuan ini dengan maksud-maksud tertentu, diharapkan kebijakan itu tidak terlalu lama dipertahankan. Dengan demikian secara konsep atau dokumen tujuan pendidikan Indonesia tidak berbeda secara berarti dengan tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh para ahli pendidikan di dunia.
Oleh karena itu mencapai tujuan pendidikan, dibutuhkan tenaga pendidik yang memiliki kompetensi. Apa dan bagaimana kompetensi ini, akan dijelaskan pada bagian berikutnya
D.      Arti Pendidikan
Pendidikan sebagai gejala universal, merupakan suatu keharusan bagi manusia , karena selain pendidikan sebagai gejala, juga sebagai upaya memanusiakan manusia. Berikut ini akan dikemukakam beberapa pengertian pendidikan menurut para ahli :
Menurut Rusli Lutan (1994) mengemukakan bahwa “pendidikan pada hakekatnya tetap sebagai proses membangkitkan kekuatan dan harga diri dari rasa ketidakmampuan, ketidakberdayaan, keserbakekurangan”.
Djuju Sudjana (1996:31) tentang modal itu dalam dirinya sendiri yang tersirat dalam “human capital theory”, bahwa manusia merupakan sumber daya utama, berperan sebagai subyek baik dalam upaya meningkatkan tarap hidup dirinya maupun dalam melestarikan dan memanfaatkan lingkungannya. Menurut teori-teori ini konsep pendidikan harus dirasakan atas anggapan bahwa modal yang dimiliki manusia itu sendiri meliputi : sikap, pengetahuan, keterampilan dan aspirasi. Dengan perkataan, “modal utama bagi kemajuan manusia tidak berada di luar dirinya melainkan ada dalam dirinya, dan modal itu sendiri adalah pendidikan.
Menurut George F. Knelled Ledi dalam bukunya yang berjudul Of Education (1967:63), pendidikan dapat dipandang dalam arti teknis, atau dalam arti hasil dan arti proses. Dalam artinya yang luas pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan jiwa (mind), watak (character), atau kemampuan fisik (physical Ability) individu, pendidikan dalam arti ini berlangsung terus menerus (seumur hidup) kita sesungguhnya dan pengalaman seluruh kehidupan kita (George F. Knelled, 1967:63) dan pendidikan, Demands A. kualitative concept of experience (Frederick Mayyer, 1963:3-5).
Selanjutnya menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk emmiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian dirinya, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Jadi dapat disimpulkan, pendidikan adalah proses sepanjang hayat dan perwujudan pembentukan diri secara utuh dalam pengembangan segenap potensi dalam rangka pemenuhan semua komitmen manusia sebagai individu, makhluk sosial dan sebagai makhluk Tuhan. Dalam pendidikan, secara implicit terjalin hubungan antara dua pihak, yaitu pihak pendidik dan pihak peserta didik yang di dalam hubungan itu berlainan kedudukan dan peranan setiap pihak, akan tetapi sama dalam hal dayanya yaitu salling mempengaruhi guna terlaksananya proses pendidikan (transformasi pendidikan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan yang tertuju kepada tujuan-tujuan yang diinginkan.
E.       Arti Mendidik
Kalau mendidik diartikan sebagai memberi nasihat, petujnjuk, mendorong agar rajin belajar, memberi motivasi, menjelaskan sesuatu atau ceramah, melarang prilaku yang tidak baik, menganjurkan dan menguatkan perilaku yang baik, dan menilai apa yang telah dipelajari anak, itu bisa dilakukan oleh semua orang. Dan tidak perlu susah-susah membuat pendidik menjadi profesional. Tetapi mendidik seperti ini apakah dapat menjamin anak-anak akan berkembang sempurna secara batiniah dan lahiriah?
Mendidik adalah membuatkan kesempatan dan menciptakan situasi yang kondusif agar anak-anak sebagai subjek berkembang sendiri. Mendidik adalah suatu upaya membuat anak-anak mau dan dapat belajar atas dorongan diri sendiri untuk mengembangkan bakat, pribadi, dan potensi-potensi lainnya secara optimal. Berarti mendidik memusatkan diri pada upaya pengembangan afeksi anak-anak, sesudah itu barulah pada pengembangan kognisi dan keterampilannya. Berkembangnya afeksi positif terhadap belajar, merupakan kunci keberhasilan belajar berikutnya, termasuk keberhasilan dalam meraih prestasi kognisi dan keterampilan. Bila afeksi anak sudah berkembang secara positif terhadap belajar, maka guru, dosen, orang tua, maupun anggota masyarakat tidak perlu bersusah-susah membina mereka agar rajin belajar. Apapun yang terjadi mereka akan belajar terus untuk mencapai cita-cita. Inilah pengertian yang benar tentang mendidik. Melakukan pekerjaan mendidik seperti ini tidaklah gampang. Hanya orang-orang yang sudah belajar banyak tentang pendidikan dan sudah terlatih mampu melaksanakannya.
Sesudah paham akan makna kata mendidik, lalu dikembangkan criteria keberhasilan mendidik. Keberhasilan itu tidak ditentukan olah prestasi akademik peserta didik. Prestasi akademik otomatis akan muncul manakala pendidikan berhasil. Lagipula prestasi seperti itu akan benar-benar mencerminkan prestasi akademik mereka masing-masing secara obyektif bukan karena mencontek atau cara-cara yang tidak sah lainnya, sebab para peserta didik telah memiliki budaya belajar yang positif. Kriteria keberhasilan mendidik tersebut adalah :
1.      Memiliki sikap suka belajar.
2.      Tahu tentang cara belajar.
3.      Memiliki rasa percaya diri.
4.      Mencintai prestasi tinggi.
5.      Memiliki etos kerja.
6.      Produktif dan kreatif.
7.      Puas akan sukses yang dicapai.
Hal lain yang perlu diperkenalkan kepada calon guru untuk dipelajari, dipahami, dilatih, dan dilaksanakan setelah bertugas di lapangan adalah sejumlah perilaku pendidik dalam proses pendidikan yang bisa dipilih salah satu atau beberapa diantaranya yang cocok dengan tujuan pendidikan setiap kali tatap muka. Perilaku-perilaku pendidik yang dimaksud adalah :
1.      Pendidik bertindak sebagai mitra atau saudara tua peserta didik.
2.      Melaksanakan disiplin yang permisif, ialah memberi kebebasan bertindak asal semua peserta didik aktif belajar.
3.      Member kebebasan kepada semua peserta didik untuk mengaktualisasi potensi mereka masing-masing.
4.      Mengembangkan cita-cita riil para peserta didik atas dasar pemahaman mereka tentang diri sendiri.
5.      Melayani pengembangan bakat setiap peserta didik.
6.      Melakukan dialog atau bertukar pikiran secara kritis dengan peserta didik.
7.      Menghargai agama dalam dunia modern yang penuh dengan rasionalitas. Hal-hal di luar rasio manusia dibahas lewat agama.
8.      Melakukan dialektika nilai budaya lama dengan nilai-nilai budaya modern.
9.      Mempelajari dan ikut memecahkan masalah masyarakat, yang mencakup ekonomi, sosial, budaya, dan geografis, termasuk aplikasi filsafat pancasila.
10.  Mengantisipasi perubahan lingkungan dan masyarakat pendidik atau bekerja sama dengan para peserta didik.
11.  Member kesempatan kepada para peserta didik untuk berkreasi.
12.  Mempergunakan metode penemuan.
13.  Mempergunakan metode pemecahan masalah.
14.  Mempergunakan metode pembuktian.
15.  Melaksanakan metode eksperimentasi.
16.  Melaksanakan metode berproduksi barang-barang nyata yang mungkin bisa dipasarkan.
17.  Memperhatikan dan membina perilaku nyata agar positif pada setiap peserta didik.
F.        Dampak konsep pendidikan
Sesudah membahas landasan hukum dalam pendidikan yang di jabarkan dari pasal-pasal UUD 1945, UU pendidikan nasional, beberapa PP tentang pendidikan, dan uraian dalam GBHN 1993, maka sebagian dari dampaknya dalam pengembangan konsep pendidikan adalah seperti uraian berikut:
1.      Ada beberada’an yang jelas antara pendidikan akademik dengan pendidikan profesional.
2.      Pendidikan profesional tidak cukup hanya menyiapkan ahli dalam menerapkan suatu teori .
3.      Sebagai konsekuensi dari beragamnya bakat dan kemampuan para siswa serta di butuhkannya tenaga kerja menengah yang banyak, maka perlu di ciptakan sebagai ragam sekolah kejuruan.[7][7]


G.      Arti kompetensi dan dimensi-dimensi kompotensi guru
Syah (2000:229) mengemukakan pengerian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompetensi berarti suatu hal yang menggambarkn kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981:45), sebagaiman dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi :”is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, wich become part office or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviours”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan itu, Finch dan Crunkilton (1972:222) sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is a composed of skill, knowledge, ans attitude, but in particular the consistent applications of those skill, knoeledge, and attitude to the standard of performance required in employment “. Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan dan sikap ynag diperlukan tersebut dalam pekerjaan. Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ablity , yaitu kapasitas seorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dean kemampuan fisik. Kemampuan inteletual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental, sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan. Spencer & spencer (1993:9) mengatakan “ competency iws underlying caharacteristicof an individual that is causally related ti criterion-reference effective and/or superior performance in a job or situation”. Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu. Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan Underlying characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced, karena kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan criteria atau standar tertentu. Muhaimin (2004:151) menjelaskan kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukkan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika. Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Menurut Syah (2000:230), “kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya. Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.
Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.
F.       Dimensi-dimensi Kompetensi Guru
Menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen paal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Akan tetapi pada makalah ini akan dibahas dua kompetensi guru saja, yaitu kompetensi pedagogic dan kompetensi kepribadian.
1.      Kompetensi Pedagogik
Dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dikemukakan kompetensi pedagogic adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran”. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian. Kompetensi menyusun rencana pembelajaran menurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup kemampuan :
(1) merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran,
(2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar,
(3) merencanakan pengelolaan kelas,
(4) merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran, dan
(5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.  
     Menurut Dwi Siswoyo, kompetensi Pedagogik bukanlah kompetensi
     yang hanya bersifat teknis belaka, yaitu “kompetensi mengelola peserta
     didik..” (yang dirumuskan dalam PP RI No. 19 tahun 2005), karena
    “pedagogy” or “paedagogy” adalah “the art and science of teaching and
     educating”(Dwi Siswoyo:2006).
Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana pembelajaran meliputi; (1) mampu mendeskripsikan tujuan, (2) mampu memilih materi, (3) mampu mengorganisir materi, (4) mampu menentukan matode/strategi pembelajaran, (5) mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran, (6) mampu menyusun perangkat penilaian, (7) mampu menentukan teknik penilaian, dan (8) mampu mengalokasikan waktu. Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program belajar mengajar merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup : merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan. Kompetensi pedagogic ini mencakup pemahaman dan pengembangan potensi peserta didik, perencanan dan pelaksanaan pembelajaran, serta system evaluasi pembelajaran, juga harus menguasai “ilmu pendidikan”. Kompetensi ini diukur dengan performance test atau episodes terstruktur dalam praktek pengalaman lapangan (PPL), dan tase based test yang dilakukan secara tertulis.
Kemampuan mengelola pembelajaran, meliputi :
a.       Pemahaman peserta didik
b.      Perancangan, pelaksanaan dan evaluasi hasil belajar
c.       Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2.      Kompetensi Kepribadian
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (dicontoh sikap dan perilakunya). Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226) menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menetukan apakah ia menjadi pendidika dan Pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah). Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang premature dalam pengamatan dan pengenalan. Dalam UU guru dan dosen dikemukakan kompetensi kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”. Surya (2003:138) menyebut kompetensi kepribadian ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru yang diperlukan agar dapat menjadi seorang guru yang baik. Kompetensi personal ini mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri. Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi pribadi meliputi : (1) pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, (2) pengetahuan tentang budaya dan tradisi, (3) pengetahuan tentang inti demokrasi, (4) pengetahuan tentang estetika, (5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, (6) memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia terhadap harkat dan martabat manusia. Sedangkan kompetensi guru secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati, terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri pribadi. Jhonson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan personal guru, mencakup (1) penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya, (2) pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang guru, (3) kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi personal mengharuskan guru memiliki kepribadian yang mantap sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subyek didik, dan patut diteladani oleh siswa. Berdasarkan uraian di atas, kompetensi kepribadian guru tercermin dari indicator (1) sikap dan (2) keteladanan.
a.      Upaya mengoptimalkan kualitas guru dengan mengoptimalkan kompetensi Pedagogik dan kompetensi Kepribadian
1.       Melaksanakan proses belajar mengajar
Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang dituntut adalah kreatif guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajr dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Pada tahap ini disamping penentuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya : prinsip-prinsip belajar, penggunaan alat bantu pengajar, penggunaan metode belajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa. Yutmini (1992:13) mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan : (1) menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, (2) mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (3) berkomunikasi dengan siswa, (4) mendemonstrasikan berbagai metode belajar, dan (5) melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar. Hal serupa dikemukakan oleh Harahap (1982:32) yang menyatakan, kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan program mengajar adalah mencakup kemampuan : (1) memotivasi siswa belajar sejak saat membuka sampai menutup pelajaran, (2) mengarahkan tujuan pengajaran, (3) menyajikan bahan pelajaran dengan metode yang relevan dengan tujuan pengajaran, (4) melakukan pemantapan belajar, (5) menggunakan alat-alat bantu pengajaran dengan baik dan benar, (6) melaksanakan layanan bimbingan penyuluhan, (7) memperbaiki program belajar mengajar, dan (8) melaksanakan hasil penelitian belajar dalam pelaksnaan proses belajar.
2.      Melaksanakan penilaian proses belajar mengajar
Menurut Sutisna (1993:212), penelitian proses belajar mengajar dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang telah disusun dan dilaksnakan. Penelitian diarikan sebagai proses yang menentukan betapa baik organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan utnuk mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan. Commite dalam Wirawan (2002:22) menjelaskan, evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap upaya manusia, evaluasi yang baik akan menyebarkan pemahaman dan perbaikan pendidikan sedangkan evaluasi yang salah akan merugikan pendidikan. Tujuan utama melaksanakan evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa, sehingga tindak lanjut hasil belajar akan dapat diupayakan dan dilaksanakan. Dengan demikian, melaksanakan penelitian proses belajar mengajar merupakan bagian tugas guru yang harus dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut hasil belajar siswa. Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penilaian belajar peserta didik, meliputi
(1) mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran,
(2) mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembedaan,
 (3) mampu memperbaiki soal yang tidak valid,
 (4) mampu memeriksa jawab,
(5) mampu mengklasifikasi hal-hal penilaian,
(6) mampu mengolah dan menganalisis hasil penilaian,
(7) mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian,
(8) mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian,
(9) mampu mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian,
(10) mampu menyimpulkan dari hasil penilaian secara jelas dan logis, (11) mampu menyusun program tindak lanjut hasil penilaian,
(12) mengklasifikasi kemampuan siswa,
(13) mampu mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian, (14) mampu melaksanakan tindak lanjut,
(15) mampu mengevaluasi hasil tindak lanjut, dan
(16) mampu menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut
       penilaian. Berdasarkan uraian di atas kompetensi Pedagogik
       tercermin dari indicator
(1) kemampuan merencanakan program belajar mengajar,
(2) kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar
     mengajar, dan
(3) kemampuan melakukan penilaian.

G.    Peran Pendidikan dalam Mengatasi Moralitas
Saat ini manusia Indonesia mengalami pergeseran dalam aspek moralitas. 
Di era globalisasi dan reformasi seperti sekarang ini kita semua dapat merasakan bersama, bahwa kebebasan berpendapat dan berperilaku sudah sedemikan maraknya, karena terlalu bebas serta fulgarnya dalam tampilan dan pemberitaan itu, sampai-sampai banyak kalangan pemuda yang tidak memperhatikan lagi moralitas, sopan santun, etika dan budi pekerti sebagaimana adat ketimuran yang kita agungkan itu. Media elektronik berupa televisi, maupun media cetak yang kita saksikan dan kita baca tiap hari, baik yang menampilkan kritikan kontruktif maupun pertunjukan hiburan yang mengumbar kemaksiatan sudah sedemikian marak dan bebasnya di masyarakat. Hal ini secara langsung akan dapat mempengaruhi moral dan tingkah laku para pemirsa atau pembaca, lebih-lebih para remaja yang belum memiliki bekal pengetahuan agama yang kuat.
Dalam hal ini, pendidikan memegang peranan penting dalam mengatasi persoalan moralitas yang dihadapi oleh masyarakat. Oleh karena itu, melalui makalah ini penulis berusaha untuk mengungkap bagaimana peran pendidikan dalam persoalan moralitas.
    1. Pengertian Moralitas
Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya. Pengertian moral juga memiliki kesetaraan atau kesamaan arti dengan pengertian akhlak, budi pekerti, dan susila. 
Moral sebenarnya memuat dua  segi berbeda, yakni segi batiniah dan segi lahiriah. Orang yang baik adalah orang yang mempunyai sikap batin yang baik dan melakukan perbuatan yang baik pula. Dengan kata lain, moral hanya dapat diukir secara tepat apabila kedua seginya diperhatikan. Orang hanya dapat dinilai secara tepat apabila hati maupun perbuatannya ditinjau bersama.
 Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup pengertian tentang baik-buruknya perbuatan manusia.
Moralitas dapat objektif atau subjektif. Moralitas objektif memandang perbuatan semata sebagai perbuatan yang telah dikerjakan, bebas lepas dari pengaruh sukarela pihak pelaku. Lepas dari segala keadaan khusus si pelaku yang dapat mempengaruhi atau mengurangi penguasaan diri dan bertanya apakah orang yang sepenuhnya menguasai dirinya diizinkan dengan sukarela menghendaki perbuatan tersebut. Moralitas subjektif adalah moralitas yang memandang perbuatan sebagai perbuatan yang dipengaruhi pengertian dan persetujuan si pelaku individu. Selain itu juga dipengaruhi, dikondisikan oleh latar belakangnya, pendidikannya, kemantapan emosinya, dan sifat-sifat pribadi lainnya.
 
Pergeseran itu terjadi pada pandangan masyarakat tentang konsep moralitas itu sendiri. Moralitas di sini dipahami sebagai konsep tentang moral atau kebaikan atau baiknya sesuatu yang telah dikonstruksi oleh masyarakat.
Pergeseran moralitas masyarakat sedikit banyak dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan. Sedikit mengingat cerita Socrates, ia pernah prihatin dan menangis pada penemuan kemajuan ilmu pengetahuan. Kekhawatiran filosof Yunani itu yang mengandung keprihatinan bahkan ketakutan mendalam bagi penguasa Yunani ketika itu. Kemudian Socrates mencoba memasukkan ajaran moral ke dalam sendi-sendi kekuatan dan politik. Kemampuan intutitif dan kognitif, Socrates memberi argumen kepada rakyat sehingga mematahkan “puisi-puisi” penguasa tentang pentingnya moral dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pendidikan moral sangatlah  perlu bagi manusia, karena melalui pendidikan perkembangan moral diharapkan mampu berjalan dengan baik, serasi dan sesuai dengan norma demi harkat dan martabat manusia itu sendiri. Di Indonesia pendidikan moral telah ada dalam setiap jenjang pendidikan.  Di Sekolah Dasar perkembangan pendidikan moral tak pernah beranjak dari nilai-nilai luhur yang ada dalam  tatanan moral bangsa Indonesia yang termaktub jelas dalam Pancasila sebagai dasar negara.  Pendidikan Moral Pancasila, yang sejak dari pendidikan dasar telah diajarkan tentu memiliki tujuan yang sangat mulia, tiada lain untuk membentuk anak negeri sebagai individu yang beragama, memiliki rasa kemanusiaan, tenggang rasa demi persatuan, menjunjung tinggi nilai-nilai musyawarah untuk kerakyatan serta berkeadilan hakiki. Berangkat dari tujuan tersebut diatas maka dalam pelaksanaannya terdapat tiga faktor penting dalam pendidikan moral di Indonesia yang perlu diperhatikan yaitu :
1.  Peserta didik yang sejatinya memiliki tingkat kesadaran dan dan perbedaan perkembangan kesadaran moral yang tidak merata maka perlu dilakukan identifikasi yang berujung pada sebuah pengertian mengenai kondisi perkembangan moral dari peserta didik itu sendiri.
2.  Nilai-nilai (moral) Pancasila, berdasarkan tahapan kesadaran dan perkembangan moral manusia maka perlu di ketahui pula tingkat tahapan kemampuan peserta didik.  Hal ini penting mengingat dengan tahapan dan tingkatan yang berbeda itu pula maka semua nilai-nilai moral yang terkandung dalam penididkan moral tersebut memiliki batasan-batasan tertentu untuk dapat terpatri pada kesadaran moral peserta didik.  Dengan kata lain, kalaulah pancasila memiliki 36 butir nilai moral, maka harus difahami pula proses pemahaman peserta didik berdasar pada tingkat kesadaran dan tingkat kekuatan nilai kesadaran itu sendiri.
3.  Guru sebagai fasilitator, apabila kita kembali mengingat teori perkembangan moral manusia dari Kohlberg dengan 4 dalilnya maka guru seyogyanya adalah fasilitator yang memberikan kemungkinan bagi siswa untuk memahami dan menghayati nilai-nilai pendidikan moral itu.
Dengan memperhatikan tiga hal diatas maka proses perkembangan moral manusia yang berjalan dalam jalur pendidikan tentu akan berjalan sesuai dengan tahapan perkembangan moral pada tiap diri manusia.
Pendidik, sebagai bagian dari pendidikan hendaknya harus berperan dalam melaksanakan pendidikan budi pekerti (moral), yaitu dengan cara:
a.    Seorang pendidik harus menjadi model sekaligus menjadi mentor dari peserta didik dalam mewujudkan nilai moral pada kehidupan di sekolah. Tanpa guru sebagai model, sulit untuk diwujudkan suatu pranata sosial (sekolah) yang dapat mewujudkan nilai-nilai kebudayaan.
b.    Masyarakat sekolah haruslah merupakan masyarakat bermoral. Sekolah dan kampus bukan sekedar untuk meningkatkan kemampuan intelektual, tetapi juga untuk memupuk kejujuran, kebenaran, dan pengabdian kepada kemanusiaan.
c.    Mempraktikkan disiplin moral. Pelaksanaan moral yang tidak disiplin
              sama artinya tidak bermoral. Moralitas menuntut keseluruhan dari  
              hidup seseorang karena dia melaksanakan apa yang baik dan menolak
              yang batil.
d.    Menciptakan situasi demokratis di ruang kelas agar pelaksanaan
               kehidupan bermoral dapat terwujud.
e.    Mewujudkan nilai-nilai melalui kurikulum. Nilai-nilai moral bukan
1.      hanya disampaikan melalui mata pelajaran yang khusus, tetapi juga terkandung dalam semua program kurikulum.
Adapun peranan pendidikan (edukasi) dalam mengatasi persoalan moral adalah:
2.      Menjaga generasi sejak masa kecil dari berbagai penyelewengan ala jahiliah. Mengembangkan pola hidup, perasaan dan pemikiran mereka sesuai dengan fitrah, agar mereka menjadi fondasi yang kukuh dan sempurna di masyarakat.
3.      Karena pendidikan berjalan seiring dengan perkembangan anak-anak, maka pendidikan akan sangat memengaruhi jiwa dan perkembangan anak serta akan menjadi bagian dari kepribadiannya untuk kehidupannya kelak kemudian hari
4.      Pendidikan sebagai alat terpenting untuk menjaga diri dan memelihara nilai-nilai positif. Pendidikan mengemban dua tugas utama yang saling kontradiktif, yaitu melestarikan dan mengadakan perubahan.
Pendekatan dan Strategi Pendidikan Moral
Menurut draf Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), pendekatan-pendekatan yang bisa digunakan untuk menerapkan pendidikan budi pekerti dan moral, yaitu:
1.    Pendekatan Penanaman Nilai (Inculcation Approach)
Pendekatan ini mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai sebagai milik mereka dan bertanggungjawab atas keputusan yang diambilnya. Cara yang digunakan pada pendekatan ini adalah antara lain keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, dan bermain peran.

2.    Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif ( Cognitive Moral Development Approah)
Pendekatan ini menekankan pada berbagai tingkatan dari pemikiran moral. Guru dapat mengarahkan anak dalam menerapkan proses pemikiran moral melalui diskusi masalah moral sehingga peserta didik dapat membuat keputusan tentang pendapat moralnya.
3.    Pendekatan Analisis Nilai (Values Analysis Approach)
Pendekatan ini menekankan agar peserta didik dapat menggunakan kemampuan berfikir logis dan ilmiah dalam menganalisis masalah sosial yang berhubungan dengan nilai tertentu. Cara yang dapat digunakan dalam pendekatan ini adalah diskusi terarah yang menuntut argumentasi, penegasan bukti, penegasan prinsip, analisis terhadap kasus, debat, dan penelitian.
4.    Pendekatan Klarifikasi Nilai (Valuse Clarification Approach)
Pendekatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain. Cara yang dapat digunakan adalah bermain peran, simulasi, analisis mendalam tentang nilai sendiri, aktifitas yang mengembangkan sensivitas, kegiatan di luar kelas, dan diskusi kelompok.
5.    Pendekatan Pembelajaran Berbuat (Action Learning Approach)
Pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial serta mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk yang senantiasa berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Cara yang dapat digunakan adalah metode proyek/kegiatan di sekolah, hubungan antarpribadi, praktik hidup bermasyarakat dan berorganisasi. 


Adapun strategi yang dapat digunakan dalam pendidikan budi pekerti atau moral, adalah:
1.    Pendidikan budi pekerti (moral) sebagai substansi dan praksis pendidikan di lingkungan persekolahan, terintegrasi dalam sejumlah mata pelajaran yang relevan dan iklim sosial budaya sekolah.
2.    Pengorganisasian pendidikan budi pekerti dalam kurikulum dunia persekolahan dapat dilakukan melalui beberapa alternatif, yaitu:
•    Mulai dari TK sampai SMA diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang relevan, atau
•    Di TK diintegrasikan ke bidang yang relevan, di SD diintegrasikan ke dalam pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan, serta pendidikan bahasa Indonesia/daerah
•    Di SMP dan SMA diintegrasikan ke dalam mata pelajaran pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan IPS, pendidikan bahasa Indonesia/daerah, dan mata pelajaran lain yang relevan.
3.    Keterlibatan seluruh komponen penyelenggaraan pendidikan, khususnya guru, kepala sekolah, administrator pendidikan, pengembang kurikulum, penulis buku teks dan lembaga pendidikan tenaga keguruan sesuai dengan kedudukan, peran, dan tanggungjawabnya.













BAB III
P E N U T U P

A.      Kesimpulan
    Negara republik indonesia mempunyai berbagai peraturan perundang-undangan yang bertingkat, mulai dengan undang-undang dasar 1945, undang-undang, peraturan pemerintah, ketetapan, samapai dengan surat keputusan , semuanya mengandung hukum yang tertinggi. Sementara itu peraturan perundang-undang dasar 1945.
1.      Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai oleh keseimbangan anatara kedaulatan subyek didik dengan kewibawaan pendidik.
2.      Pendidikan merupakan usaha penyiapan subyek didik menghadapi lingkungan hidup yang engalami perubahan semakin pesat.
3.      Pendidikan mengandung tujuan tertentu, yaitu meingkatkan kualitas kehidupan pribadi masyarakat.
4.      Pendidikan berlangsung seumur hidup
5.      Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan melakukan usaha yang sengaja dan terencana dengan memilih materi, strategi kegiatan dan teknik penilaian yang sesuai.
6.      Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya. Kegiatan tersebut dapat dilakukan baik di sekolah maupun di luar sekolah yaitu dikeluarga dan masyarakat
Kualitas sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Dengan demikian, bidang/dunia pendidikan adalah bidang menjadi tulang punggung pelaksanaan pembangunan nasional. Tujuan pendidikan, khususnya di Indonesia adalah membentuk manusia seutuhnya yang pancasilais, dimotori oleh pembangunan afeksi. Tujuan khusus ini hanya bisa ditangani dengan ilmu pendidikan bercorak Indonesia sesuai dengan kondisi Indonesia, dan dengan penyelenggaraan pendidikan yang memakai konsep system.
System pendidikan di Indonesia diselenggarakan dengan mengandalkan empat kompetensi yang harus dikuasai/dimiliki oleh tenaga pengajar. Empat kompetensi itu adalah kompetensi profesional, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi pedagogic. Oleh sebab itu, keempat kompetensi ini merupakan hal yang paling utama untuk dikuasai oleh tenaga pengajar demi mencapai tujuan pendidikan di Indonesia.
                Dari sudut pandang manusia, pendidikan aialah proses sosialisasi, yakni memasyarakatkan nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam kehidupan. Sebagaimana dikutip oleh Khoiron Rosyadi, Emile Durkheim dalam karyanya Education and Sociology mengatakan bahwa pendidikan merupakan produk manusia yang menetapkan kelanggengan kehidupan manusia itu sendiri, yaitu mampu hidup konsisten mengatasi ancaman dan tantangan masa depan.
Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup pengertian tentang baik-buruknya perbuatan manusia.
Adapun peranan pendidikan (edukasi) dalam mengatasi persoalan moral adalah:
a.    Menjaga generasi sejak masa kecil dari berbagai penyelewengan ala
            jahiliah. Mengembangkan pola hidup, perasaan dan pemikiran mereka
            sesuai dengan fitrah, agar mereka menjadi fondasi yang kukuh dan
            sempurna di masyarakat.
b.    Karena pendidikan berjalan seiring dengan perkembangan anak-anak,
            maka pendidikan akan sangat memengaruhi jiwa dan perkembangan
            anak serta akan menjadi bagian dari kepribadiannya untuk kehidupannya
            kelak kemudian hari
c.    Pendidikan sebagai alat terpenting untuk menjaga diri dan memelihara
            nilai-nilai positif. Pendidikan mengemban dua tugas utama yang saling
                kontradiktif, yaitu melestarikan dan mengadakan perubahan.
 Pendekatan yang digunakan adalah:
1.    Pendekatan Penanaman Nilai (Inculcation Approach)
2.    Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif ( Cognitive Moral Development Approah)
3.    Pendekatan Analisis Nilai (Values Analysis Approach)
4.    Pendekatan Klarifikasi Nilai (Valuse Clarification Approach)
5.    Pendekatan Pembelajaran Berbuat (Action Learning Approach)



















DAFTAR PUSTAKA
Siswoyo, Dwi, dkk. 2007. Ilmu Pendidikan. UNY Press. Yogyakarta
UU Sikdiknas. 2006. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.
UU Guru dan Dosen. 2005. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Peraturan Menteri Nomor 18 Tahun 2007, tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan
Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2005, tentang Buku Teks Pelajaran
Pidarta, Dr. Made. 2000. Landasan Kependidikan. Rineka Cipta. Jakarta
Peraturan Menteri No
Mode pidarto, dkk.1991. usaha menemukan konsep-konsep baru tentang ilmu pendidikan, ( HASIL PENELITIAN). Pusat penelitian IKIP surabaya, surabaya



[1][1] Prof,Dr. Made pidarta
[2][2] Oleh PT rineka cipta, jakarta anggota IKAPI
[3][3] Prof. Df. Made pidarta, oktober 1997
[4][4] PT RINEKA CIPTA, jakarta anggota IKAPI
[5][5] LANDASAN KEPENDIDIKAN prof,Dr. Made pidarta
[6][6]  Prof. Df. Made pidarta, oktober 1997

[7][7]  Prof,Dr. Made pidarta

0 komentar:

Posting Komentar